Kinerja Organisasi adalah Pangkal Reputasi

Baru-baru ini, Pertamina sebagai perusahaan migas kebanggaan negara harus tercoreng reputasinya karena pejabatnya diduga melakukan korupsi. Sederhananya, para koruptor tersebut membeli bahan bakar minyak (BBM) RON 90 setara Pertalite, kemudian dicampur zat kimia tertentu sehingga diklaim menjadi BBM RON 92 setara Pertamax. Kasus ini berhasil diungkap oleh Kejaksaan Agung pada hari Rabu, 26 Februari 2025.

Ironisnya, tren konsumsi Pertamax sebenarnya cenderung meningkat. Menurut data Kementerian ESDM sepanjang tahun 2022 konsumsi BBM RON 92 di Indonesia mencapai 5,77 juta kiloliter, meningkat 1,05% dibandingkan tahu 2021. Bahkan, Pertamina menyebut kenaikan konsumsi Pertamax selama arus mudik lebaran 2024 mencapai 99%.

Masyarakat yang mengetahui kasus ini pun marah karena merasa dicurangi oleh Pertamina. Padahal, masyarakat yang menggunakan Pertamax merupakan konsumen setia yang peduli dengan kualitas bahan bakar dan sayang kendaraan.

Interpretasi liar tentang kualitas produk Pertamina juga banyak beredar di media sosial. Para pelanggan, termasuk penulis, menarik benang merah kasus ini dengan beragam pengalamannya. “Pantas saja selama ini tarikan mesin kurang enak padahal sudah pakai Pertamax,” seperti itulah kira-kira interpretasi para pelanggan.

Konsumen akhirnya menyerbu SPBU swasta. Fenomena ini terlihat dari berbagai video di media sosial yang menunjukkan antrean mengular di SPBU swasta. Dalam beberapa hari terakhir penulis juga menyadari antrean di BP dan Shell di wilayah Jababeka, Cikarang, terlihat lebih panjang dari biasanya pada jam-jam pulang kerja. Keduanya, seperti mendapat “berkah” dari kasus korupsi yang menimpa Pertamina.

Di media sosial, SPBU swasta Shell dan BP menjadi perbincangan organik. Pelanggan ramai-ramai membagikan pengalamannya mengisi BBM di kedua SPBU. Banyak juga yang membandingkan pengalaman pakai Pertamax dan BBM RON 92 di BP dan Shell. Penulis tidak menemukan testimoni yang negatif. Semua mengaku performa mesin mereka terasa lebih enak saat menggunakan RON 92 non-Pertamina.

Kualitas produk merupakan bagian dari kinerja organisasi (organizational performance). Kinerja organisasi mencakup seluruh produk serta layanan yang diberikan oleh organisasi kepada seluruh pemangku kepentingannya.

Studi yang dilakukan oleh Zayyan dan Wahyuningtyas (2024) membuktikan bahwa kepuasan pelanggan terhadap layanan mempengaruhi pelanggan untuk terus menggunakan produk Pertamina. Ini artinya pengalaman pelanggan mampu membentuk persepsi tentang organisasi dan mempengaruhi keputusan pembelian.

Dalam buku Strategic Planning For Public Relations, Ronald D. Smith menempatkan kinerja organisasi sebagai strategi aksi yang pertama, di atas strategi-strategi aksi public relations (PR) lainnya.

Artinya, sebelum jauh menyusun strategi untuk membangun citra dan reputasi, sebuah organisasi harus lebih dulu memastikan dan membuktikan bahwa organisasi menjamin kualitas produk dan layanan yang terbaik. Layanan organisasi ini tidak semata-mata hanya kepada pelanggan saja, tetapi juga bagi para pemangku kepentingan lainnya.

Sebagai dosen dan praktisi PR, di berbagai kesempatan penulis mengingatkan para mahasiswa bahwa produk dan layanan yang terbaik akan sangat mudah untuk di-PR-kan, sedangkan organisasi dengan kinerja yang buruk membutuhkan usaha branding yang lebih agar dipercaya oleh publik. Karena akar dari branding sendiri adalah kualitas organisasi.

Oleh sebab itu, organisasi harus mulai sadar bagaimana pentingnya membangun reputasi. Reputasi merupakan refleksi keseluruhan tentang apa yang telah dilakukan oleh organisasi kepada para pemangku kepentingannya, termasuk para pelanggannya.

Membangun reputasi membutuhkan usaha dan waktu. Reputasi tidak terbangun dalam hitungan hari. Karena itu, kinerja organisasi yang buruk akan sangat merugikan reputasi yang sudah dibangun dengan susah payah.

Kemalangan yang dialami Pertamina jelas menjadi pukulan keras bagi perusahaan. Berkaca dari kasus tersebut, Pertamina harus mampu membuktikan kepada publik bahwa produk-produk yang beredar baik saat ini kualitasnya sudah sesuai dengan standar yang berlaku, bukan hanya keterangan-keterangan di media saja. Pertamina sebaiknya menggandeng lembaga audit bereputasi dari dalam dan luar negeri untuk menguji kualitas produk-produk Pertamina.

Bila kasus korupsi tersebut ternyata terbukti benar, Pertamina harus legowo untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan menunjukkan komitmen perbaikan agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Ini akan sekaligus menunjukkan kualitas Pertamina sebagai perusahaan migas nasional yang bereputasi.

Bagi pemimpin perusahaan yang baru merintis bisnisnya perlu mengingat bahwa kinerja organisasi adalah pangkal reputasi!


Artikel opini ini telah dipublikasikan pada di situs Industry.co.id. Temukan artikel lengkap, tips, dan insight lainnya di blog Kompasiana saya: https://www.kompasiana.com/mohammadshihab

What do you think?

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.